
Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia
Bapak Joko Widodo
Salam hormat kami, semoga bapak Presiden
senantiasa dalam keadaan sehat dan tetap memiliki semangat untuk
memperbaiki bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Saya juga mendoakan
kepada bapak Presiden dan keluarga semoga diberi ketabahan dalam
menghadapi berbagai kritikan pedas dari dari berbagai kalangan yang
menginginkan negeri ini menjadi lebih baik, negeri yang mampu
mensejahterakan rakyatnya bukan pejabatnya, negeri yang lebih memulaikan
para pendidiknya (guru) dibandingkan memuliakan para kaum kapitalis
dan sekuler yang telah menggerogoti kekayaan bangsa ini.
Pak Presiden yang terhormat, saya adalah
seorang guru sekolah dasar di Kabupaten Bogor, letak yang tidak jauh
dari ibu kota Jakarta, kabupaten yang pernah menjadi pemberitaan setiap
hari karena presidennya tinggal di salah satu daerah tersebut yaitu
Cikeas. Tapi mungkin itu tidak penting bagi Pak Presiden, juga surat ini
mungkin juga tidak penting bagi bapak Presiden.
Pak, Presiden saya pun tidak yakin surat
ini akan sampai ke tangan bapak dan bisa dibaca, tapi paling tidak surat
ini dibaca oleh rekan-rekan kami yang sama-sama berprofesi sebagai
guru. Surat terbuka ini sengaja saya tulis, bukan karena ikut-ikutan
karena banyaknya para praktisi, akademisi, pengamat dan orang-orang
terkenal lain menulis surat terbuka.
Dari bahasa surat ini mungkin Pak
Presiden, akan langsung menilai, ah, apaan sih gak penting bangat surat
ini. Yak, betul Pak Presiden saya bukanlah sosok intelektual layaknya
bapak yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas terbaik di
Indonesaia yaitu UGM, saya juga bukanlah guru yang punya prestasi sangat
jauh dengan bapak yang pernah dinobatkan sebagai salah satu Wali Kota
terbaik di dunia.
Pak Presiden yang saya hormati, sungguh
saya sebagai guru senantiasa di ajarkan untuk menghormati siapapun
apalagi menghormati bapak sebagai Presiden. Namun saya hanya guru biasa
yang tidak layak mendapatkan penghormatan dari siapaun apalagi dari
seorang Presiden. Saya pun tidak layak untuk di puji-puji dan di
banggakan layaknya bapak yang di puji dan dibanggakan oleh para
pendukung bapak . Sayapun tidak bisa berbahasa yang santun sesantun
bahasanya orang-orang solo seperti bapak dan para pendukungmu.
Pak Presiden yang saya banggakan, saya
adalah guru yang setiap hari senantiasa menanamkan nilai-nilai
kesantunan pada anak didik kami. Kami mendidik mereka agar berkata
santun dan bersikap ramah. Karena itulah makna dari pendidikan kita,
saya yakin bapak dan pak menteri pendidikan Anies Baswedan lebih
memahami dari saya.
Pak Presiden sungguh hati saya tersayat
dan merasa teriris-iris dengan ucapakan seorang gubenur yang menjadi
sahabat baik bapak. Bukankah kah beliau adalah seorang pemimpin,
bukankah dia adalah seorang intelektual yang pendidikannya lebih tinggi
dari pada kami, bukankah beliau juga memiliki anak-anak yang masih
sekolah atau kuliah. Begitu bangganya dan seolah tidak bersalah beliau
mengeluarkan kata yang tidak layak, kata-kata yang harusnya ada di kebun
binatang dan juga tempat-tempat yang menjijikan.
Pak Presiden, saya yakin bapak juga
pernah sekolah, bapak pernah merasakan dan melihat bagaimana guru-guru
bapak begitu luar biasa memperjuangkan agar anak-anak bangsa ini menjadi
generasi berakhlak. Begitupun dengan saya pak presiden dan lebih dari 3
juta guru di Indonesia setiap hari menggelorakan semangat kepada
anak-anak didiknya agar mereka menjadi pribadi yang berakhlak juga
berilmu.
Sambil menitikan air mata saya terus menulis surat ini……………..
Pak Presiden yang terhormat saat menulis
surat ini sayapun teringat pesan-pesan yang begitu menenangkan hati dari
guru-guru saya, dari para ustadz dan dari guru-guru saya yang pernah
berjuang mendidik saya.
Pak Presiden Jujur saya merasa tersontak
dan kaget ketika membaca pemberitaan di media online tentang pemblokiran
media-media Islam yang dianggap oleh lembaga dan kementerian di bawah
pimpinan bapak di vonis sebagai media yang meresahkan umat dan membawa
faham-faham ISIS. Mohon maaf sekali Pak Presiden, bolehkah saya
bertanya, apakah bapak beragama Islam, apakah bapak pernah membaca
setiap hari situs-situs tersebut, apakah ba pernah bersilaturahim dengan
para pimpinan media tersebut?. Saya yakin Pak Presiden, bapak sebagai
umat muslim tidak ingin umat Islam terus tersudutkan dengan pemberitaan
yang mendeskriditkan dan menjelek-jelekan Islam. Saya yakin dari bapak
masih tersimpan rasa bangga terhadap ke-Islaman bapak dan saya yakin
hati Pak Presiden masih terbuka akan hidayah Allah SWT.
Pak Presiden yang saya hormati, setiap
hari saya sebagai guru mengajarkan bagaimana menjaga etika dan
berkomunikasi kepada murid-murid saya. Saya mengajarkan bagaimana jika
ada sahabatmu yang bersalah, sebaiknya jangan engkau benci, tapi
nasihatilah dan datangilah dia kemudian engkau beritahu kesalahannya
serta mintalah memperbaikinya.
Pak Presiden, saya yakin guru bapak
sekolah dulu juga mengajarkan yang sama, saat bapak membaca tulisan ini
bapak mungkin akan langsung teringat pesan guru-guru bapak . Saya pun
merasa yakin para lembaga dan kementerian yang bapak pimpin adalah
orang-orangnya memiliki tingakat intelektual dan kesantunan yang luar
biasa. Semoga saja bapak dan para menteri bapak masih ingat pesan-pesan
mulia dari gurunya bagaimana seharusnya kita berkomunikasi dan beretika
saat kita mengganggap orang lain salah.
Pak Presiden, sungguh saya bangga atas
ketegasan bapak dan para menteri bapak dalam menindak kepada hal-hal
yang akan merusak moral bangsa ini. Saya akan lebih bangga lagi jika
bapak mampu memblokir seluruh konten porno di internet, memblokir
situs-situs porno di Indonesia, menutup cafe-cafe dan tempat dugem serta
kemaksiatan lain yang lebih berbahaya dari situs Islam yang telah bapak
blokir.
Pak Presiden, Mari ambil bagian bersama
kami untuk menyelematkan generasi akhlak bangsa Ini. Tahukah Pak
Presiden, satu tahun ini saya sudah stop menonton TV, tahukah bapak
kenapa itu saya lakukan?. Karena saya merasa tidak ada lagi tontonan di
TV yang bisa menenangkah hati kami, tak ada cerita inspirasi yang bisa
saya bagikan kepada murid-murid saya, sungguh TV telah menjadi racun
yang sangat dahsyat bagi generasi bangsa ini. Pak Presiden, menonton TV
hanya membuat kami merasa makin resah dan gelisah dengan pemberitaan
yang sama sekali tidak mendidik, tentu tak perlu kami urut satu persatu
berita apa itu, karena ada lembaga KPI yang setiap hari mengawasinya.
Pak Presiden yang saya hormati,
situs-situs Islam sesungguhnya menjadi pelipur lara bagi saya, menjadi
penyejuk ditengah kegersangan hati kami, menjadi tempat kami belajar
bagaimana menjadi pendidik sekaligus orang tua yang baik. Situs Islam
telah memberi pencerahan kepada kami, bagaimana sesungguhnya berjihad
dan beribadah di dalam Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah.
Bungkah itu yang bapak ingingkan, ada media Islam yang mencerahkan umat.
Pak Presiden, tapi saya tak mau terlalu
kecewa dan tidak mau berlalut lama-lama dalam kondisi seperti ini,
karena saya yakin semua ini sudah menjadi takdir Allah. Sayapun merasa
yakin bahwa Allah sudah memiliki hukuman bagi para pemimpin yang Dzolim
terhadap rakyatnya.
Pak Presiden, saya sarankan bapak untuk
bergabung di Facebook disana banyak sekali Group dan Komunitas Guru, ada
ribuan keluhan yang setiap hari para guru tulis disana. Tentang
berbagai hal, tentang ke kecewaan terhadap pemimpin, tentang status
mereka yang tidak jelas, tentang gaji yang tak kunjung turun, tentap
moral anak bangsa, tentang bejatnya para pemimpin negeri dan lain
sebagainya.
Pak Presiden, tentu kami menyadari bahwa
menjadi guru sudah menjadi pilihan kami, kami siap untuk hidup sederhana
dengan tidak berlimpah uang dan harta. Mengabdi menjadi guru merupakan
pilihan kami, karena kami meyakini harus ada yang mengambil peran ini,
bukankah sesungguhnya gurulah penentu utama kemajuan bangsa ini.
Tapi pak Presiden kami juga merasakan
begitu pahitnya kebijakan-kebijakan bapak yang telah bapak putuskan.
Tentu bapak sangat tahu berapa tebalnya kantong kami, tentu bapak tahu
kami harus berjuang dalam kesederhamnaan, tentu engkau tahu kami hanya
bisa mengajarkan kepada anak-anak agar terbiasa makan dengan 4 sehat 5
sempurna. sementara kami makan dengan secukupnya dan itu kami syukuri.
Pak Presiden setiap hari kami harus
membeli bensin, membayar listrik bulanan, membeli kebutuhan setiap hari
dan membiayai anak-anak kami sekolah. Mohon maaf Pak Presiden rasanya
hidup kami dulu tidak sepayah ini, kenapa setelah engkau pimpin rasanya
hidup semakin susah.
Maafkan jika saya, kami para guru harus
mengeluh seperti ini, karena saya yakin Pak Presiden tidak sudi atau
mana mau bergabung bersama kami di facebook bersama jutaan guru dari
berbagai ratusan group. Pak Presiden, bagaimana kami akan mengajar
dengan tenang dan mengasyikan, jika pikiran kami harus terfokus, besok
makan apa, anak istri di rumah sudah makan belum, kira-kira cari
sampingan apa.
Pak Presiden, mohon maaf jika pada bagian
ini bapak memukan jati diri kami yang sesungguhnya, yah inilah kami
seorang guru yang juga manusia biasa, membutuhkan makanan terjangkau,
listrik murah dan bensin yang hemat.
Pak Presiden yang saya hormati, mohon
maaf jika kami harus mengatakan ini. Kami harus mendukung murid-murid
kami yang dulu pernah kami didik di SD, pernah belajar bersama kami,
pernah kami ajarkan etika bagaimana mengkritik dan bagaimana bersikap
santun terhadap pimpinan.
Sungguh saya bangga mereka telah
mengingatkan engkau dengan berbagai cara, mereka menulis kritikan lewat
media, mereka berbicara di forum-forum resmi, dan sungguh saya bangga
sekaligus kaget mereka yang masih jadi mahasiswa saja mampu mengeluarkan
Raport merah untuk pak Presiden. Padahal kami saja yang guru tidak
berani melakukannya.
Diakhir tulisan ini sungguh sangat
terpaksa jika kami harus mendukung murid-murid kami yang dulu pernah
kami didik di SD, harus menurunkan engkau pada bulan Mei nanti. Pak
Presiden, sungguh hal ini tidak pernah kami ajarkan, ini menjadi suara
hati mereka, karena mereka juga mungkin punya ayah dan ibu yang juga
seorang guru yang telah mengalami perang batin yang sama dengan kami.
Pak Presiden saya ingin mengatakan
sejujurnya surat ini saya tulis sendiri kurang lebih selama 3 Jam tapa
pengaruh siapapun. saat menulis surat ini saya juga masih berada di
kantor sekolah dan inilah pertama kalinya dalam hidup saya, saya menulis
surat terbuka dan langsung di tunjukan kepada pemimpin tertinggi negeri
ini.
Oia Pak Presiden hampir saya lupa,
sungguh dulu bapak adalah orang yang saya banggakan, sehingga
menggerakan hati saya untuk membeli buku biografi bapak , betapa
terinspirasinya saya saat membaca kehebatkan bapak dalam buku biografi
tersebut, karena bapak digambarkan mirip seperti seorang khalifah yang
dalam kesuyian diam-diam membawa beras dalam mobil kemudian saat gelap
malam bapak berikan kepada orang yang membutuhkan, apa yang bapak
lakukan tanpa di ekspos media. Tapi kini entahlah…..bapak tentu tahu
dari bahasa surat saya.
Jika suatu saat Pak Presiden ingin
bertemu langsung dengan saya, silahkan lihat kontak saya pada pertama
kali surat ini di posting di blog saya.
Sebagai seorang guru yang sering
mengajarkan nilai-nilai akhlak, maka sayapun ingin mengucapkan mohon
maaf yang sebesarnya-besarnya jika surat yang saya tulis ini menyinggung
perasaan Pak Presiden, sungguh tidak ada niat lain selain saya ingin
agar generasi bangsa ini yang setiap hari kami didik menjadi generasi terbaik.Amin…
Bogor, 04 April 2015
saya copy dari blog : Namin AB Ibnu Solihin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar